Rabu, 09 Mei 2012

My Only Snow White - He Is Different


Ketukan di pintu kamarku membuatku terbangun, disusul suara tidak asing yang setiap harinya aku dengar,”Nona, ayo, bangun. Sarapan sudah siap di bawah.”
            “Iya, Bi,” sahutku dari dalam kamar. Aku mendengar langkah kaki turun ke bawah. Aku segera mengambil kacamata di meja belajarku lalu membuka jendela untuk membiarkan udara pagi masuk. Angin yang hangat berlomba – lomba masuk ke kamarku. Aku menatap kosong rumah – rumah yang berdempetan serasa melihat orang – orang yang berdesakan dalam kendaraan umum. Aku berbalik menuju pintu kamarku, bersiap – siap ke sekolah.
****
            Aku tidak melihat sosok wanita tinggi dengan gaya glamour-nya maupun laki – laki tinggi tegap dengan potongan kumis rapi. Seperti pagi – pagi biasanya. Hanya Bi Margareth di dapur, Pak Kasmir di garasi, dan aku di ruang makan, menyantap sarapan dalam keheningan. Aku mengambil piring dan gelas lalu pergi ke dapur. “Nona, sudah dibilang berapa kali, tidak usah membawa piring – piring kotor itu ke sini, biar aku saja yang membawanya,” Bi Margareth memberitahuku sambil menatapku penuh arti. “Tidak apa – apa, kok, Bi. Panggil saja aku Yuki, bukankah aku juga sudah memberitahu bibi berkali – kali tentang hal itu?” balasku penuh percaya diri namun tetap menjaga nada suaraku. Bi Margareth menatapku lama sebelum tertawa kecil lalu mengambil piring dan gelas di tanganku,”Kamu anak yang baik, Yuki. Sayang, mama dan papamu tidak tahu hal itu. Mereka terlalu sibuk bekerja. Sabar, ya, Yuki.”
            Aku tersenyum menatap punggung wanita yang sudah cukup berumur itu. Dia sangat baik, dia juga yang merawatku sejak kecil, selain Mamaku yang hanya merawatku hingga aku masuk TK. Aku melihat jam dinding yang tergantung di atas dapur. Mengetahuinya, aku langsung mengambil tasku dan membuka pintu,”Aku berangkat dulu, ya Bi,” anggukan kepala menjadi balasannya seperti biasa. Aku keluar menemui Pak Kasmir yang sudah duduk di kursi pengemudi, siap untuk mengantarku ke sekolah. Aku masuk ke mobil itu, tidak mau membuat sopir sabar itu menunggu terlalu lama. Setelah tahu kalau pintu penumpang sudah tertutup rapat, Pak Kasmir melajukan mobil keluar halaman rumah, menuju Sky High.
****
            “Yuki!” sapa Sanni dengan ceria. Aku tersenyum membalas sapaannya setiap pagi.
Sanni adalah teman sekelasku. Dia selalu ceria dan selalu tersenyum. Dia ikut ekskul cheerleader, sama seperti Monica. Dia orang yang supel, berkebalikan denganku yang pendiam dan penyendiri. Seluruh anak kelasku berteman baik dengannya. Sifatnya juga baik dan jujur.
Aku pergi ke tempat dudukku yang ada di barisan paling belakang. Aku meletakkan tasku dan duduk di kursi yang dingin itu, menatap ke depan, entah apa yang aku lihat. Akhirnya aku menoleh, menatap anak yang duduk di sebelahku. Rambut hitam itu menutupi wajahnya yang menghadap ke permukaan meja, dia tidur seperti pagi biasanya. Caesar –itu namanya– selalu seperti itu. Menurutku pribadi, sifat dan namanya itu tidak cocok. Nama Caesar berarti kaisar yang tegas dan dihormati karena kepemimpinannya, tapi Caesar yang ini lebih sering bercanda, tidak tegas bahkan terkadang aku lihat dia selalu berkumpul dengan perempuan yang berganti terus tiap harinya,meski aku akui nilainya lumayan.entah karena tatapanku atau karena insting, dia terbangun dari tidurnya dan menoleh, mendapati kalau aku sedang menatapnya. “Ah, Putri sudah datang? Maaf, hamba tidak menyapa anda tepat waktu. Pagi, Yang Mulia Snow White,” sapanya dengan candaan dan senyumnya yang –cukup– menawan. Aku menoleh menghadap arah yang berlawanan sebagai balasan sapaan yang aku tidak suka itu. Entah dia sengaja atau tidak, aku tidak suka mendengar panggilan ‘Putri’ maupun ‘Snow White’. “Ah, Putri marah, ya. Jangan marah, aku cuma bercanda, kok, Yuki,” ucapnya memohon saat melihat tindakanku. Mereka, yang melihat ‘komedi’ tidak lucu ini –menurutku– tertawa dan mulai berkumpul di meja Caesar. Aku kembali menatap meja Caesar yang kini ramai dengan teman – temannya. Mungkin aku memang tidak suka disapa seperti itu, tapi hanya dia satu – satunya anak laki – laki di kelasku yang menyapaku setiap pagi. Aku merasa….bersyukur, karena dia yang duduk di sebelahku dan bukan anak laki – laki lain yang tidak mungkin berani menyapa Snow White tidak ramah ini. Aku menatap meja Caesar yang penuh itu hingga bel masuk berbunyi.
****
“Yuki, sudah kamu kumpulkan?”
“Iya, ini Kakak lihat saja sendiri,”
Aku sedang berada di ruang ekskul drama, membahas lomba – lomba drama yang ada di sekitar sekolah dengan ketua ekskul ini, Ko Sammy. Setelah ada lomba yang dipilih, Ko Sammy akan mengajukannya ke pembimbing kami. “Kalau yang ini bagaimana? Lokasinya tidak jauh dari sini,” kata Sandra, sekretaris ekskul drama. “Tapi jangka waktunya terlalu singkat untuk latihan,” sahut Loki, bendahara ekskul drama. Hanya tiga orang ini beserta aku, yang menjabat wakil ekskul drama, berdiskusi dengan serius tentang lomba – lomba, sedangkan anggota ekskul ini sedang bermalas – malasan di dalam ruangan yang cukup besar ini. Mereka duduk berkelompok, membahas sesuatu yang tampaknya tidak kalah penting dengan lomba drama yang kami bahas. Caesar duduk tidak jauh dari tempat kami berdiskusi. Ya, dia ikut ekskul ini. Aku sendiri terkejut mengetahui anak laki – laki yang aku kenal itu masuk ke ruang ekskul ini. Dia pasti ikut karena tahu kalau ekskul ini lebih mempunyai waktu luang daripada waktu serius. Aku kembali berdiskusi dengan yang lainnya, tidak sadar kalau Caesar menatapku.
****
            “Sekian untuk hari ini. Aku harap ada yang bisa memberi saran tentang drama apa yang akan kita mainkan. Kalian boleh pulang,” seru Bu Catharina lantang. Aku bangkit dengan lelah setelah diskusi yang lama. Anak – anak yang lain sudah berhamburan keluar ruangan dengan semangat. Aku keluar setelah gerombolan anak perempuan, tiba – tiba aku merasa ada yang memegang pundakku. Aku berbalik melihat Ko Sammy di hadapanku,”Makasih, ya, sudah mencari info lomba – lomba drama. Maaf kalau aku sudah menyusahkanmu,” dia mengatakan itu dengan lembut. Aku hanya menggelengkan kepala sebelum dia keluar dengan melambaikan tangan padaku. Aku membalas lambaiannya saat Caesar muncul dari belakangku. “Kamu sangat akrab dengannya, ya, Snow White. Seperti putri dan pangeran,” godanya melihat aku membalas lambaian Ko Sammy. “Apa maksudmu dengan putri dan pangeran? Aku dan Ko Sammy hanya berteman, itu saja. Dan berhentilah memanggilku Snow White,” jawabku ketus. “Hmm, benarkah?” tanyanya lagi, membuat emosiku memuncak. “Iya!” seruku dengan emosi. “Oke…oke. Jangan cepat marah seperti itu, nanti cantiknya hilang, Yuki,” ucapnya lembut, membuat emosiku turun drastis. Aku hanya tetap berjalan sampai ke gerbang sekolah tanpa menoleh ke belakang. “Menunggu mobilmu seperti biasa?” aku terkejut mendengar suara Caesar yang ternyata masih ada di belakangku. “Iya,” jawabku agak lama. “Papamu yang menjemput?” tanyanya lagi. “Bukan,” balasku singkat. “Siapa?” dia seperti menuntutku saat bertanya. “Sopirku,” jawabku menyerah. Aku siap kalau dia menggodaku lagi, tapi dia tidak melakukan itu, justru sebaliknya. “Oh, aku pikir papamu yang menjemputmu tiap harinya. Papamu sibuk bekerja, ya? Mamau juga kan? Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah kabur dari rumah atau menjadi berandalan di sekolah supaya mereka mengetahui keberadaanku. Kamu hebat, ya, tidak egois padahal kamu kesepian kan. Aku temani sampai mobilmu datang, ya.”
Aku merasa tersentuh dengan ucapannya. Aku menahan air mataku agar tidak tumpah. Aku tidak pernah tahu ada laki – laki sebaik dia. Aku pikir dia akan menggodaku seperti kebanyakan anak laki – laki lain, tapi bukannya menggodaku dia malah menghiburku. Caesar benar, selama ini aku kesepian, seperti ada lubang besar dalam hatiku . Lubang itu sudah ada sejak orang tuaku kembali ke kesibukan mereka, tanpa sekalipun menoleh padaku. Lubang itu terus membesar meskipun aku sudah mempunyai teman yang selalu ada di sisiku. Tidak ada yang bisa menutupnya, sampai saat ini. Sampai Caesar menghiburku. Lubang itu mulai tertutup karena hiburan yang diberinya. Aku merasa tenang, damai, dan…bahagia.

2 komentar:

  1. Kerennn gaavv !! lanjutkann ><
    cuma saran : pas bagian paragraf terakhir, kurang nggigitt gituu (menurutku), rodo mbo jabarno ae pom :D
    mek itu seh hehee sori nek aku cerewet .____.v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ou! >w<
      pas ak baca lagi rasane kok ad yg kurang juga gitu (._.)
      y ak usahain ya -w-
      thx for the comment! X9

      Hapus